[JF] Pengantar Redaksi Vol. 32 No. 1 Februari 2022
Editor Jurnal Filsafat(1*)
(1) Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author
Abstract
Pembaca yang Budiman,
Dewan Redaksi Jurnal Filsafat sedang melakukan langkah perubahan strategis setelah memperoleh kembali Akreditasi Nasional Peringkat Sinta 2, yakni melakukan peningkatan mutu naskah jurnal. Salah satu indikatornya adalah menyelaraskan manuskrip dalam bentuk Bahasa Inggris untuk menjalin komunikasi dan memberikan kontribusi ilmiah dalam skala internasional. Melalui perubahan strategis ini, Jurnal Filsafat berkomitmen secara sungguh-sungguh meningkatkan kapasitasnya untuk meraih Akreditasi Peringkat Sinta 1.
Pada Edisi 32 Nomor 1 Februari 2022, Jurnal Filsafat menampilkan enam artikel dengan jumlah penulis sepuluh orang. Tiga artikel dalam Bahasa Indonesia dan tiga artikel dalam Bahasa Inggris. Melalui strategi baru ini, harapan kami, Jurnal Filsafat mulai secara konsisten melakukan peralihan dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, sehingga ruang diskusi ilmiah-filosofis dengan berbagai filsuf, pemikir, dan penulis di seluruh dunia, dapat terbuka lebih luas.
Penulis pertama, Martin Suryajaya, menyajikan artikel berjudul “Asal-Usul Pemikiran tentang Sekularisme di Abad Pertengahan”. Suryajaya berusaha melacak asal-usul wacana sekularisme dalam filsafat politik Abad Pertengahan, khususnya dalam pemikiran Dante Alighieri, Marsilius Padua dan William Ockham. Suryajaya memeriksa respons terhadap kekuasaan mutlak gereja namun secara bersamaan melihat terdapat benih-benih sekularisme dalam pemikiran William Ockham. Dante dan Marsilius Padua justru mengklaim bahwa otoritas religius dikandung dalam otoritas sekuler. Hasil pembacaan Suryajaya ialah membedakan model sekularisme modern dengan abad pertengahan.
Artikel kedua, bertajuk “To Believe in Historical Progress: On Axel Honneth’s Normative Grounding of Critique” ditulis oleh Min Seong Kim. Kim mengupas secara kritis teori kritis Axel Honneth yang digunakan untuk melampaui rasionalitas komunikatif Habermas dengan cara melibatkan kritik imanen yang kuat untuk menjamin adanya dasar normatif kritik tanpa mengandalkan prinsip-prinsip transenden atau transhistoris. Uniknya, Min memberikan contoh praktikal tentang kritik atas konsepsi Pancasila secara historis bahwa ada kemungkinan Pancasila dapat ditinjau dan dikritisi ulang pada dimensi normatif dan transformatifnya. Min memberikan catatan kritis bahwa tentang keberhasilan strateginya untuk membumikan normativitas teori kritis antar generasi.
Penulis selanjutnya, Qusthan Abqary Hisan Firdaus, dengan penuh semangat memaparkan artikel berjudul “What Is This Thing Called Adat Logic?”. Firdaus menawarkan menginvestigasi kemungkinan logika adat, keragamannya, dan sebuah dasar pijakan melalui dua contoh adat logika Jawa dan logika Minangkabau. Hal yang menarik dari artikel ini adalah membawa kata ‘logika adat’ dengan mendekati ide tentang dialetheia di dalam logika modern, tetapi berusaha membuktikan bukan sebagai sub-divisi dari dialetheia itu sendiri. Artikel ini masih membuka diskusi lebih lanjut tentang, apa yang dinamakan dengan logika adat? Meskipun demikian, Firdaus telah memberikan notasi dari sebuah logika adat yang khusus ke dalam notasi umum seputar logika adat.
Robertus Wijanarko dan Valentinus Saeng menulis artikel berjudul “Human Beings and Social Structure in Frantz Fanon’s Philosophical Thought”. Artikel ini mengkritisi ulang gagasan Frantz Fanon tentang gagasan humanisme kolonial yang diskriminatif dan eksklusif. Membersamai teori poskolonial, Wijanarko dan Saeng, menelusuri bahwa konsep humanisme baru Fanon ini menyuguhkan sebuah wacana teoretis dalam mengembangkan pemikiran humanisme Indonesia yang inklusif secara eksistensial terlebih lagi wacana Poskolonial di Indonesia sedang mendapatkan perhatian publik akhir-akhir ini.
Artikel kelima berjudul, “Realisme Perspektival Edmund Husserl: Rekonstruksi Metafisik terhadap Teori Intensionalitas” karya Taufiqurrahman. Karya ini membawa alternatif pendekatan di antara perdebatan besar posisi metafisik Edmund Husserl. Justru, Taufiqurrahman berfokus pada rekonstruksi metafisik terhadap teori intensionalitas Edmund. Dalam penelitian ini Taufiqurrahman menyimpulkan empat poin, tentang intensionalitas kesadaran terhadap objek yang termediasi oleh makna; objek intensi yang sifatnya transenden dan independen dari kesadaran; perspektif yang menyituasikan intensi; serta mengategorikan intensionalitas Husserl sebagai versi realisme perspektival.
Artikel terakhir sebagai sebuah renungan filosofis Untara Simon, Datu Hendrawan, dan Antonius Yuniarto yang berjudul “Subjek Pasca Pandemi Covid-19 dalam Perspektif Filsafat Politik Michel Foucault”. Artikel ini menggunakan pendekatan filsafat politik Michel Foucault. Salah satu temuannya adalah selama masa pandemi Covid-19, terdapat strategi kuasa terhadap individu yang dilakukan untuk mencapai tujuan politik komunitas/masyarakat yang dianggap lebih penting daripada tujuan pribadi individual. Simon, Hendrawan, dan Yuniarto mengkritisi bahwa perlu adanya sikap yang terbuka ketika subjektivitas sedang terobang-ambing dalam berbagai arus, salah satunya kontrol politik yang ketat.
Mengakhiri kata pengantar ini, atas nama Dewan Redaksi Jurnal Filsafat, kami menghaturkan terimakasih kepada para penulis, reviewer, editor dan staf redaksi yang telah berkontribusi dalam edisi ini. Kepada para pembaca selamat membaca dan menikmati setiap artikel pada edisi ini !
Yogyakarta, 20 Februari 2022
Salam Hormat,
Dewan Redaksi
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jf.75281
Article Metrics
Abstract views : 1219 | views : 2497Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2022 Jurnal Filsafat
Jurnal Filsafat Indexed by:
Jurnal Filsafat ISSN 0853-1870 (print), ISSN 2528-6811 (online)