Satuan Lingual Penanda Gender
Sulis Triyono(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Bahasa sebagai suatu sistem memiliki seperangkat subsistem yang masing-masing mengorganisasikan komponen- komponennya sehingga membentuk keteraturan yang sistemik. Perangkat subsistem yang dimaksud adalah subsistem bunyi, subsistem gramatikal, dan subsistem makna. Tiap-tiap subsistem itu memiliki unsur-unsur yang secara terorganisasi membentuk subsistemnya sendiri-sendiri. Unsur-unsur subsistem yang dimaksud adalah fonem sebagai satuan lingual terkecil sampai wacana sebagai satuan yang terbesar. Satuan-satuan lingual tersebut memiliki fungsi masing-masing. Ada yang berfungsi sebagai penanda jumlah (number), penanda kala (tenses), dan ada pula yang berfungsi sebagai penanda jenis kelamin (gender). Penandaan yang berkenaan dengan jumlah, dalam bahasa Indonesia misalnya, ditandai dengan digunakannya satuan lingual berupa bentuk perulangan (reduplikasi), misalnya: dari kata rumah menjadi rumah-rumah 'banyak rumah'; kata memukul menjadi memukul-mukul 'berkalikali memukul', dan sebagainya. Sementara itu, satuan lingual sebagai pewujud keterangan waktu dapat berupa kata seperti: kemarin, sekarang, besok , dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan satuan lingual penanda gender dalam bahasa Indonesia cenderung dipengaruhi oleh faktor sosiobudaya dan semantis. Walaupun demikian, aspek-aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis tidak mustahil juga berpengaruh. Dengan kata lain, satuan lingual penanda gender mungkin dapat berwujud fonem, morfem, kata, dan frasa. Misalnya, dalam tataran fonologi, fonem /a/ dapat menandai gender maskulin, sedangkan fonem /i/ menandai gender feminin seperti terlihat pada contoh kata putra dan putri. Kata putra mengacu pada gender maskulin, sedangkan kata putri mengacu pada gender feminin. Perbedaan antara kedua kata itu semata-mata hanya karena perbedaan fonem /a/ pada kata putra dan fonem /i/ pada kata putri. Dengan kata lain, perbedaan kedua gender tersebut berada pada tataran fonologis. Kata-kata lain yang beranalogi dengan pasangan di atas, sekalipun jumlahnya terbatas, terdapat pada pasangan kata-kata dewa-dewi, siswa-siswi, muda-mudi, dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan satuan lingual penanda gender dalam bahasa Indonesia cenderung dipengaruhi oleh faktor sosiobudaya dan semantis. Walaupun demikian, aspek-aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, dan sintaksis tidak mustahil juga berpengaruh. Dengan kata lain, satuan lingual penanda gender mungkin dapat berwujud fonem, morfem, kata, dan frasa. Misalnya, dalam tataran fonologi, fonem /a/ dapat menandai gender maskulin, sedangkan fonem /i/ menandai gender feminin seperti terlihat pada contoh kata putra dan putri. Kata putra mengacu pada gender maskulin, sedangkan kata putri mengacu pada gender feminin. Perbedaan antara kedua kata itu semata-mata hanya karena perbedaan fonem /a/ pada kata putra dan fonem /i/ pada kata putri. Dengan kata lain, perbedaan kedua gender tersebut berada pada tataran fonologis. Kata-kata lain yang beranalogi dengan pasangan di atas, sekalipun jumlahnya terbatas, terdapat pada pasangan kata-kata dewa-dewi, siswa-siswi, muda-mudi, dan sebagainya.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.798
Article Metrics
Abstract views : 5138 | views : 1624Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 Sulis Triyono
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.