PERBANDINGAN SKOR DISMENOREA PADA PASIEN ENDOMETRIOSIS YANG MENDAPATKAN TERAPI ABLASI LAPAROSKOPI DILANJUTKAN GnRH AGONIST VERSUS ABLASI LAPAROSKOPI SAJA DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Marta Isyana(1*), Djaswadi Dasuki(2), Diah Rumekti(3)
(1) Gadjah Mada University
(2) Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
(3) Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author
Abstract
PERBANDINGAN SKOR DISMENOREA PADA PASIEN ENDOMETRIOSIS YANG MENDAPATKAN TERAPI ABLASI LAPAROSKOPI DILANJUTKAN GnRH AGONIST VERSUS ABLASI LAPAROSKOPI SAJA DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
Marta Isyana 1 , Djaswadi Dasuki2, Diah Rumekti3
ABSTRACT
Background: Dysmenorrhea in endometriosis is a condition that adversely impacts the quality of life of women. The current treatment for dysmenorrhea in endometriosis is essentially palliative, since most of these treatment can only suppress disease progression and relieve its symptoms.
Objective: To compare the difference in dysmenorrhea scores pre and post treatment of dysmenorrhea in endometriosis patients who received laparoscopic ablation followed with GnRH agonist versus laparoscopic ablation therapy alone.
Method: This is an observational study with a retrospective cohort design. Endometriosis patients were identified through medical records at Dr Sardjito Hospital, Yogyakarta. Patients were categorized into laparoscopic ablation therapy followed by GnRH agonist group and laparoscopic ablation therapy only group. Evaluation of dysmenorrhoea scores were performed in 6 months after therapy.
Result and Discussion: A total of 88 subjects (44 subjects in each group) were eligible and gave their consent to participate. Patients who received laparoscopic ablation therapy followed by GnRH agonist showed greater VAS difference pre and post treatment (6,27±0,22 vs 4,20±1,17,p<0,001) compared with only ablation laparoscopic. This difference was not affected by age, BMI, and endometriosis stage. Eleven of the 44 subjects who received laparoscopic ablation followed by GnRH agonists developed side effects. There were 7 people with hot flushes, 3 people with decreased bone mineral density and 1 people with dry skin, whereas no subject in laparoscopic ablation group alone experienced them.
Conclusions: Laparoscopic ablation followed by GnRH agonist therapy was associated with greather difference in dysmenorrhea score pre and post treatment compared with laparoscopic ablation only. Laparoscopic ablation therapy followed with a GnRH agonist was associated with higher side effects.
Keywords: endometriosis, laparoscopic ablation, GnRH agonist, visual analog scale
ABSTRAK
Latar Belakang: Dismenorea pada endometriosis adalah suatu kondisi yang memberikan dampak bermakna pada mutu kehidupan wanita. Penanganan dismenorea pada endometriosis saat ini pada hakikatnya masih belum berhasil menyembuhkannya, karena sebagian besar baru mampu menekan perkembangan penyakit dan menghilangkan gejalanya.
Tujuan: Membandingkan selisih skor dismenorea sebelum dan setelah terapi pada pasien endometriosis yang mendapatkan terapi ablasi laparoskopi dilanjutkan GnRH agonist versus ablasi laparoskopi saja.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan rancangan penelitian kohort retrospektif. Pasien endometriosis diidentifikasi melalui rekam medis di RSUP DR Sardjito, Yogyakarta. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok terapi ablasi laparoskopi dilanjutkan dengan GnRH agonist dan terapi ablasi laparoskopi saja.Evaluasi untuk skor dismenorea dilakukan pada jangka waktu 6 bulan setelah terapi.
Hasil dan Pembahasan: Sebanyak 88 subyek (44 subyek dalam setiap kelompok) memenuhi kriteria penelitian dan memberikan persetujuan untuk diikutsertakan dalam penelitian. Pasien yang mendapatkan terapi ablasi laparoskopi dilanjutkan GnRH agonist menunjukkan selisih VAS sebelum dan setelah terapi yang secara signifikan lebih baik (6,22±0,22 vs 4,20±1,17;p<0,001) dibandingkan dengan ablasi laparoskopi saja. Perbedaan ini tidak dipengaruhi oleh umur, BMI, maupun derajat endometriosis. Sebelas dari 44 subyek yang mendapatkan ablasi laparoskopi dilanjutkan GnRH agonist mengalami efek samping, yaitu 7 orang mengalami hot flushes, 3 orang mengalami penurunan densitas masa tulang dan 1 orang mengalami kulit kering, sedangkan tidak ada subyek dalam kelompok ablasi laparoskopi saja yang mengalami efek samping.
Kesimpulan: Terapi ablasi laparoskopi yang dilanjutkan dengan GnRH agonist berhubungan dengan selisih skor dismenorea sebelum dan setelah terapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan terapi ablasi laparoskopi saja. Terapi ablasi laparoskopi yang dilanjutkan dengan GnRH agonist berhubungan dengan tingkat efek samping yang lebih tinggi.
Kata kunci: endometriosis, ablasi laparoskopi, GnRH agonist, visual analog scale
1,2,3 Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.22146/jkr.5752
Article Metrics
Abstract views : 2321 | views : 2493Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c)
SEKRETARIAT JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI
Departemen Obstetri dan Ginekologi, FK-KMK, UGM/RS Dr. Sardjito
Jl. Kesehatan No. 1, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Tlp: (0274) 511329 / Faks: (0274) 544003
Email: jurnal.kesehatanreproduksi@ugm.ac.id
Cp: Dwi Astuti +6281802698043