Dalam Konflik Antar Umat Beragama Dan Etnik, Mencegah Lebih Baik Dari Menyelesaikan
saafroedin Bahar(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Ada berita baik dan berita buruk dari kajian The U.N. Support Facility for Indonesian Recovery/UNSFIR mengenai masalah kekerasan kolektif, yang juga mencakup kekerasan yang timbul akihat konflik antar umat beragama dan konflik etnik, di Indonesia antara tahun 1990-2003'.
Berita haiknya adalah bahwa kekerasan kolektif yang sering saling terkait dengan masalah etnik dan komunal tersehut amat jarang terjadi, dan jika terjadi, hanya terjadi di sebagian kecil daerah saja. Jadi sifatnya amat lokal, dan tidak hersifat nasional. Dapat dikatakan bahwa pada dasar-nya golongan-golongan yang ada dalam masyarakat Indo-nesia mempunyai sikap toleransi yang tinggi terhadap keber-adaan satu sama lain, baik terhadap para penganut agama maupun terhadap warga etnik yang herheda. Hal itu harus tetap dipelihara dan dikenzbangkan dengan sebaik- haiknya.
Berita huruknya adalah bahwa jika konflik antar umat beragama dan antar etnik itu benar-henar terjadi, korban jiwa yang diakihatkannya paling ban yak, walau berlang-sungnya dalam waktu singkat. Data statistik yang dihimpun oleh Varshney dan kawan-kawan menunjukkan bahwa hanya enam propinsi yang jumlah korban kematiannya amat tinggi pada peristiwa kekerasan kolektif ini, yaitu Maluku Utara, Maluku, DKI Jakarta, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Oleh karena itu amatlah wajar jika di Propinsi DKI Jakarta yang dari segi anutan agama serta latar belakang etnik berpenduduk amat majemuk ini masalah konflik agama dan konflik etnik ini perlu kita antisipasi, dan kita carikan kebijakan preventifnya.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jkn.22116
Article Metrics
Abstract views : 5562 | views : 1933Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2016 saafroedin Bahar
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
View My Stats