Monitoring Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan

https://doi.org/10.22146/jkki.36362

Dominirsep Ovidius Dodo(1*)

(1) Minat Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana
(*) Corresponding Author

Abstract


Background: Currently, health development efforts are focused on achieving the MDG targets through several priority programs such as health insurance expansion; equitable access to health services in Remote Areas, Borders, and Islands (DTPK Areas); increase of promotion – preventive measures, and response to diseases. One of the strategic steps taken by the government to achieve that goal is by issuing Health Operational Assistance Policy (BOK). In recent years, increase in budget for health has occurred at the central level. Although on one hand the increment has not reached 5 % of total the state budget, on the other hand the budget absorption is low, i.e. not reaching 100 %. Most budget absorption takes place within the last quarter of the fiscal year. This indicates that there are serious problems in the implementation of the health system, one of which is inefficiencies. This phenomenon also occurs in the implementation of BOK policy. The proportion of BOK funds has increased in recent years, but the amount absorption does not reach 100 %. This of course would cumulatively affect the achievement of health system performance. Objective: This study aimed to explore the implementation of BOK policy at the primary health care level, identifying the factors that contribute to inefficiencies in the implementation of BOK policy, and assess the effectiveness of BOK policy in achieving the target of minimum services standard of health (SPM). Methods: This study was a descriptive study using a case study research strategy. The location was in Sabu Raijua Regency, East Nusa Tenggara Province while the research period was from June to August 2013. Results and Discussion: BOK Fund is the only source of funds to finance the implementation of preventive and promotion programs at health center level. There is no fund allocated by local government (APBD) due to its limited amount and high allocation to finance other sectors. The study identified several factors contributing to inefficiency in the use of BOK funds in the DTPK area, including the limited number and quality of human resources in health centers to run the programs. The result are dual task that implies a high workload (service/ care and administrative); delay of Technical Guide issuance and its subsequent socialization by the central government and district health offices to primary health centers; poor management capacity of health authorities in the implementation of the BOK fund due to varied understanding of the allocation of BOK fund; lack of data or evidence use in developing activity plans, and delays in disbursement of funds which resulted in the accumulation of funds to be disbursed in the 4th quarter of a fiscal year. Other findings also show that there was no significant change in the coverage of services and programs at the health center level when compared to the national target of SPM. Conclusions: The implementation of BOK policy has yet to show significant impact on the improvement of health system performance in the sub national level. At the central level, an in-depth and systematic evaluation is required for the allocation of BOK funds. At the local level, it requires significant improvement on the input side and on the process of planning and oversight mechanisms for community health centers and health authorities – which is integrated in nature - so that the BOK’s policy implementation could pose significant impacts on the improvement of the local health system performance.

 

Latar belakang: Saat ini, pembangunan kesehatan terfokus pada upaya pencapaian target MDGs melalui beberapa pro- gram prioritas seperti perluasan jaminan kesehatan; pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK); peningkatan upaya promotif-preventif; dan penanggulangan penyakit. Salah satu langkah strategis yang dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan itu dilakukan dengan mengeluarkan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi kenaikan anggaran kesehatan di tingkat pemerintah pusat. Kenaikan tersebut di satu sisi secara proporsi belum mencapai ukuran 5% dari APBN namun di sisi lain penyerapan anggaran yang sedikit tersebut ternyata tidak mencapai 100%. Sebagian besar anggaran tersebut lebih banyak diserap pada kuartal terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa ada problem serius dalam pelaksanaan sistem kesehatan yakni inefisiensi. Fenomena ini juga terjadi dalam implementasi kebijakan BOK. Proporsi dana BOK dalam beberapa tahun terakhir makin meningkat namun jumlah yang diserap tidak mencapai 100%. Hal ini tentunya secara kumulatif akan sangat mempengaruhi pencapaian kinerja sistem kesehatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pelaksanaan kebijakan BOK di tingkat puskesmas terkait faktor- faktor yang berkontribusi terhadap inefisiensi pelaksanaan kebijakan BOK sekaligus menilai efektivitas dari kebijakan BOK dalam pencapaian target SPM bidang kesehatan. Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus. Lokasinya di Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan waktu penelitian selama ± 3 bulan yakni dari Bulan Juni sampai Bulan Agustus tahun 2013. Hasil dan Bahasan: Dana BOK adalah satu-satunya sumber dana yang membiayai pelaksanaan program promotif dan preventif di tingkat puskesmas. Alokasi dari dana APBD tidak ada karena dana yang tersedia dalam APBD sangat terbatas jumlahnya. Dengan adanya dana BOK, maka dana daerah yang terbatas tersebut dipakai untuk membiayai sektor lain. Penelitian ini menemukan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap inefisiensi penggunaan dana BOK di daerah DTPK antara lain keterbatasan jumlah dan kualitas sumber daya manusia untuk menjalankan program-program puskesmas sehingga terjadi rangkap tugas yang berimplikasi pada tingginya beban kerja (pelayanan dan administrasi); keterlambatan Juknis BOK dan sosialisasinya dari pemerintah pusat dan kabupaten kepada puskesmas terkait pemanfaatan dana BOK; lemahnya kapasitas manajemen dinas kesehatan dalam mengelola manajemen pe- laksanaan dana BOK karena adanya variasi pemahaman seca- ra internal tentang peruntukan dana BOK; kurangnya penggu- naan data atau evidence dalam penyusunan rencana kegiatan; dan keterlambatan pencairan dana yakni sering menumpuk pada kuartal ke-4 (akhir tahun). Temuan lainnya juga menunjuk- kan bahwa tidak ada perubahan yang cukup berarti dalam hal cakupan pelayanan dan program di tingkat puskesmas jika dibandingkan dengan target SPM secara nasional. Kesimpulan: Pelaksanaan kebijakan BOK di Daerah DTPK belum menghasilkan dampak yang signifikan bagi peningkatan kinerja sistem kesehatan di daerah. Di tingkat pusat, diperlukan adanya evaluasi secara mendalam dan sistematis terkait mekanisme pengalokasian dana BOK ke daerah. Di tingkat daerah, diperlukan perbaikan yang signifikan pada sisi input, proses perencanaan dan mekanisme pengawasan untuk puskesmas dan dinas kesehatan - yang sifatnya integratif - sehingga implementasi kebijakan BOK ini nantinya dapat memberi dampak berarti bagi peningkatan kinerja sistem kesehatan daerah.


Keywords


Policy; BOK; Inefficiency; Performance; Health center; Health system; Kebijakan; BOK; Inefisiensi; Kinerja; Puskesmas; Sistem kesehatan.

Full Text:

PDF


References

Kementerian Kesehatan RI, Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kese- hatan Republik Indonesia, Jakarta, 2010.

Harbianto D, Review Anggaran Kesehatan Kementrian Kesehatan RI: “Apakah kurang? Tetapi kenapa ada sisa?”. Notulensi, Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011.

Trisnantoro L, Handono D, (2009). Inovasi dalam Pemberian Pelayanan Berdasarkan Kontrak di RSD Cut Nya’ Dien Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Berau dalam Pelaksanaan Desen- tralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007- Mengkaji Pengalaman dan Skenario Masa Depan, BPFE, Yogyakarta, 2009.

Gani A, Reformasi Sistem Pembiayaan Kese- hatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Desen- tralisasi, Makalah Pertemuan Nasional Desen- tralisasi Kesehatan, Bandung, 2006.

Kementerian Kesehatan RI, Petunjuk Teknis BOK 2011, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2011.

Pani ME, Trisnantoro L, Zaenab SN, Evaluasi Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Di Tiga Puskesmas Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011, Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2012;1(3):161-167.

Mulyawan H, Trisnantoro L, Zaenab SN, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Di Dinas Kesehatan (Studi Kasus Di Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul Dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebong Tahun 2011). Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2012;1(3):144-153.

Bahar AS, Trisnantoro L, Handono DS, Peran Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana Dalam Pembinaan Dan Pengawasan Kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan Jamkesmas Dan Jampersal Tahun 2011. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2012;1(4):182-191.

UNDP, Human Development Report 2011 - Sustainability and Equity: A Better Future for All. New York, 2011.

Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Sabu Raijua, Profil Kesehatan Kabupaten Sabu Raijua tahun 2010, Dinas Kesehatan dan Sosial Kabupaten Sabu Raijua, Sabu, 2010.

Dodo DO, Trisnantoro L, Riyarto S, Analisis Pembiayaan Program Kesehatan Ibu Dan Anak Bersumber Pemerintah Dengan Pendekatan Health Account. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2012;1(1):13-23.

Yin RK, Studi Kasus-Desain & Metode, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009.

Trisnantoro L, Atmawikarta A., Marhaeni DH, dan Harbianto D, Desentralisasi Fiskal di Sektor Kesehatan Dan Reposisi Peran Pusat Dan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007-Mengkaji Pengalaman dan Skenario Masa Depan, Yogyakarta, 2009.

Azwar A, Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ke-3, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.

Herawati DMD, (2006). Decision Space dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2006.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 2006;09(3): 118-120.

Probandari A, Murti B, Perencanaan dan Penentuan Prioritas Kesehatan dalam Perencanaan dan Penganggaran untuk Investasi Kesehatan Kabupaten dan Kota, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2006.

Buse K, Mays N, Walt G, Making Health Policy

– Understanding Public Health.:Open University Press, London, 2005.

Gray MJA, Evidence-Based Health care. How To Make Health Policy and Management Deci- sions, Churchill Livingstone, London, 2001.

Asante, Augustine D, Zwi, Anthony B, Ho, Maria T, Getting by on credit: how district health man- agers in Ghana cope with the untimely release of funds. BMC Health Services Research, 2006;6:105:10.1186/1472-6963-6-105.

Vian, Tanry, Review of Corruption in The Health Sector: Theory, Methods and Interventions. Jour- nal Health Policy and Planning ,2008; 23:83– 94.



DOI: https://doi.org/10.22146/jkki.36362

Article Metrics

Abstract views : 6208 | views : 6845

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI [ISSN 2089 2624 (print); ISSN 2620 4703 (online)] is published by Center for Health Policy and Management (CHPM). This website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Built on the Public Knowledge Project's OJS 2.4.8.1.
 Web
Analytics View My Stats