Perkembangan Wisata Halal di Jepang
Lufi Wahidati(1*), Eska Nia Sarinastiti(2)
(1) Program Studi DIII Bahasa Jepang Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(2) Program Studi Kepariwisataan Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(*) Corresponding Author
Abstract
Jepang adalah salah satu destinasi wisata yang menarik wisatawan Muslim dari Indonesia,
Malaysia, dan negara-negara lain di Timur Tengah. Akhir-akhir ini, tingginya jumlah wisatawan Muslim
membuat Jepang menjadi sangat gencar mengembangkan fasilitas ramah Muslim untuk meningkatkan
jumlah kunjungan wisatawan asing. Jepang adalah negara non-Muslim dengan penduduk mayoritas
beragama Budha dan Shinto sehingga pemahaman masyarakatnya terhadap konsep halal dan wisata
halal tentunya sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah fasilitas
ramah Muslim yang mereka kembangkan sebagai bentuk omotenashi telah sesuai dengan standar wisata
halal yang diharapkan oleh wisatawan Muslim. Penelitian ini difokuskan pada karakteristik pelayanan
berbasis omotenashi, kebutuhan pengembangan wisata halal di Jepang, serta perkembangan fasilitas
ramah Muslim di Jepang. Data penelitian ini diambil dari jurnal dan website yang relevan dengan tema
penelitian. Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, jumlah
fasilitas ramah Muslim semakin meningkat. Dari enam kebutuhan (faith-based needs) wisatawan Muslim,
empat di antaranya telah terpenuhi, yakni kebutuhan akan makanan halal, tempat ibadah, kamar kecil
dengan air, serta pelayanan rekreasional dengan privasi. Namun, masih terdapat beberapa masalah yang
perlu diperhatikan oleh Jepang, yaitu 1) masih terdapat aktifitas non-halal di banyak restoran, 2) belum
ada pelayanan makan sahur bagi wisatawan yang berpuasa khususnya di bulan Ramadan, 3) terbatasnya
jumlah restoran halal di kota kecil,4) belum terdapat badan sertifikasi halal yang ditunjuk secara resmi
oleh pemerintah Jepang, dan 5) terbatasnya jumlah musala yang m enyediakan fasilitas wudu.
Keywords
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jgs.34043
Article Metrics
Abstract views : 10156 | views : 35189Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Jurnal Gama Societa (JGS)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.