Penggunaaan batubara sebagai sumber energi di negara berkembang seperti Indonesia masih menjadi pilihan utama. Hasil samping pembakaran batubara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berupa fly ash dan bottom ash (FABA) akan terus meningkat seriring konsumsi bataubara sebagai energi meningkat. Industri semen dapat mengahsilkan 2,9 miliar ton CO2 ke atmosfer hal ini akan berdampak langsung terhadap kenaikan temperatur bumi dan pemansan global. Subtitusi material semen dengan fly ash menjadi sebuah pilihan yang ramah lingkungan dalam meminimalisir gas CO2. Pembuatan beton dimulai dengan mencampurkan fly ash dan semen pada berbagai rasio (1:1; 1:3 ; 1:4) dengan air. Air dituang secara bertahap sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga membentuk pasta. Pasta beton yang telah terbentuk dicetak pada cetakan kubus ukuran 5x5x5 cm3. Cetakan pasta HVFA didiamkan selama 1 hari, kemudian dikeringkan (curing) pada temperatur yang divariasikan (30, 40 dan 60°C). Hasil Analisa oksida komponen kimia menunjukan bahwa fly ash dari PLTU Cirebon tergolong kategori fly ash kelas C dengan kadar CaO lebih dari 10% dan SiO2 kurang dari 46% dan Kekuatan beton (compressive strength) HVFA yang paling besar yang dapat dihasilkan beton HVFA adalah pada rasio komposisi semen dan fly ash 1:3 dengan temperatur pengeringan 40°C. material fly ash mampu menggantikan semen sebesar 75% dari kebutuhan beton HVFA dengan kekuatan beton mencapai 12,557 MPa pada kondisi pengeringan 40°C. Hasil optimasi menunjukan variable yang paling berpengaruh terhadap kuat tekan beton yang dihasilkan adalah temperatur pengeringan.