HISTMA https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma en-US <p><span style="font-weight: 400;">By publishing articles in the </span><em><span style="font-weight: 400;">Histma</span></em><span style="font-weight: 400;">, author(s) agree to transmit the publication right to </span><em><span style="font-weight: 400;">Histma</span></em><span style="font-weight: 400;"> under the </span><a href="http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/"><span style="font-weight: 400;">Creative Commons</span></a><span style="font-weight: 400;">. Thus, you are allowed to access, copy, transform and redistribute the articles under any lawful purposes by giving proper credit to the original author(s) and </span><em><span style="font-weight: 400;">Histma</span></em><span style="font-weight: 400;"> as well.</span></p> <p><em><span style="font-weight: 400;">Histma</span></em><span style="font-weight: 400;"> uphold the rights to store, convert or reformat media, manage within its database, maintain and publish article without the consent of the author with full acknowledgement of author rights as copyright owner.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">The article is published in print and electronic form. The electronic form is open access for the purpose of education and research.</span></p> adwidya.s.yoga@mail.ugm.ac.id (Yoga Adwidyavvvv) Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 OJS 3.1.2.0 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 Pengantar Redaksi https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14032 Egit Andre Kelana Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14032 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Tradisi Rampog Macan Abad Ke-19 hingga Abad Ke-20 di Karesidenan Kediri https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14022 <p>Abstrak<br>Pada akhir abad 19 sampai awal abad 20 di karesidenan Kediri ada sebuah tradisi yang dinamakan sebagai tradisi Rampog Macan. Tradisi ini seperti pertandingan gladiator namun menggunakan tokoh hewan kerbau dan yang menjadi tokoh utama adalah harimau. Tradisi ini berasal dari kerajaan Mataram saat pemerintahan Amangkurat II. Kemudian menyebar di wilayah kekuasaan Mataram, termasuk karesidenan Kediri. Karesidenan Kediri sendiri terdiri dari wilayah Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, dan Kabupaten Trenggalek. Tradisi Rampog Macan ini diawali dengan pertarungan harimau dengan kerbau. Setelah itu, dimana keadaan harimau sudah tidak prima, harimau akan ditombak oleh beribu-ribu orang yang berdiri mengelilingi arena dengan memegang tombak di tangan mereka dan harimau akan tewas. Pada awalnya tradisi ini digunakan sebagai tradisi keagamaan, namun kemudian tradisi ini hanya sebagai pertunjukan saja. Tradisi Rampog Macan ini dianggap sebagai indikator penyebab punahnya harimau di Jawa. Pemerintah Hindia Belanda juga pada akhirnya menghentikan berjalannya tradisi ini pada awal abad ke-20..</p> <p>Abstract<br>At the end of the 19th century and the beginning of the 20th century, there was a tradition called the Rampog Macan tradition in Kediri. This tradition is like a gladiator match but using buffalo and the main character is the tiger. This tradition originated in the Mataram kingdom during the reign of Amangkurat II. It then spread across Mataram’s territory, including the Kediri prefecture. The Kediri prefecture itself consists of Kediri City, Kediri Regency, Blitar City, Blitar Regency, Tulungagung Regency, Nganjuk Regency, and Trenggalek Regency. The Rampog Macan tradition begins with a tiger fighting with a buffalo. After that, when the tiger is no longer in its prime, it will be speared by thousands of people standing around the arena with spears in their hands and the tiger will die. In the beginning, this tradition was used as a religious tradition, but later this tradition was only a performance. The Rampog Macan tradition is considered an indicator of tiger extinction in Java. The Dutch East Indies government eventually stopped this tradition in the early 20th century.</p> Berlian Dwinda Cahyaning Maharasti Putri Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14022 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Pemanfaatan Mata Air Clereng Tahun 1918 Hingga 1940 https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14023 <p>Abstrak<br>Mata air Clereng milik kesultanan di wilayah Kulon Progo merupakan salah satu sumber air yang penting karena mengeluarkan debit air tanpa henti sekalipun musim kemarau. Potensi inilah yang kemudian mendorong beberapa pihak untuk mengeksploitasi air dan memanfaatkan mata air Clereng untuk kepentingan sosial-ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaksi dari pihak kesultanan dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda ketika mengetahui keberadaan mata air Clereng serta pemanfaatan yang dikembangkan dalam kurun waktu tahun 1918 hingga 1940. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah kolonial Hindia Belanda dan kesultanan menyadari pentingnya mata air Clereng. Terdapat lembaga Waterschap Vorstenlanden atau biasa disebut Waterschappen yang memegang peranan dalam merawat dan membuat regulasi tentang penggunaan mata air Clereng, tentunya bekerja sama dengan kesultanan dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Dengan diorganisirnya pemanfaatan dan perawatan mata air Clereng, banyak desa-desa di Kulon Progo dan Adikarta serta sektor industri milik kesultanan dan Pakualaman mengalami ketercukupan air dan mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam peningkatan taraf hidup dan perekonomiannya. Bahkan masyarakat Eropa juga dapat merasakan keindahan alam mata air Clereng dengan berwisata disana.</p> <p>Abstract<br>Clereng spring, owned by the Sultanate in the Kulon Progo region, is an important water source because it produces water without stopping, even during the dry period. This potential then encouraged several parties to exploit water and utilize Clereng spring for socio-economic interests. The purpose of this study is to ascertain the Sultanate’s and the Dutch East Indies colonial governments’ responses upon discovering the Clereng spring’s existence and its evolving use between 1918 and 1940. The results showed that the Dutch East Indies colonial government and the Sultanate realized the importance of Clereng Spring. This is indicated by the existence of various regulations related to the maintenance and utilization of Clereng Spring. There was a Waterschap Vorstenlanden or Waterschappen institution that played a role in maintaining and regulating the use of Clereng spring, of course in cooperation with the Sultanate and the Kulon Progo Regency Government. With the organized use and maintenance of Clereng spring, many villages in Kulon Progo and Adikarta, as well as the industrial sector owned by the Sultanate and Pakualaman, experienced sufficient water and significant changes in improving their living standards and economies. Even the European community can also experience the natural beauty of Clereng Spring by traveling there.</p> Yuni Setya Ningrum Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14023 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Pemanfaatan Waduk Gadjah Mungkur di Wonogiri Tahun 1976-1992 https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14037 <p>Abstrak<br>Kabupaten Wonogiri adalah sebuah wilayah di Jawa Tengah yang memiliki jenis tanah kering dan pegunungan kapur yang sulit ditanami. Saat musim kemarau, wilayah ini sering mengalami kekeringan sedangkan saat musim hujan, air hujan meluap sehingga menyebabkan banjir tahunan di wilayah hulu sungai Bengawan Solo yaitu Surakarta dan Sragen. Dalam rangka Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), pemerintah mencanangkan pembangunan Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri untuk membendung luapan Sungai Bengawan Solo. Pembangunan ini dimulai pada tahun 1976 dan mulai beroperasi pada 1981. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber sumber dari surat kabar, laporan pembangunan dan foto-foto bangunan waduk. Penelitian ini akan membahas pemanfaatan Waduk Gajah Mungkur sebagai sarana pengendalian banjir, sarana irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) serta manfaatnya bagi perekonomian masyarakat Wonogiri dan sekitarnya. Sebagai sarana pengendalian banjir, Waduk Gajah Mungkur mengatasi permasalah banjir tahunan akibat luapan sungai Bengawan Solo. Sebagai sarana irigasi, waduk mampu mengairi persawahan meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan sebagai PLTA, waduk mampu menghasilkan listrik yang bisa mencukupi kebutuhan listrik masyarakat Wonogiri. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan memanfaatkan sumber sumber dari surat kabar, laporan pembangunan dan foto-foto bangunan waduk.</p> <p>Abstract<br>Wonogiri district is a region in Central Java that has a type of dry land and limestone mountains that are difficult to cultivate. During the rainy season, the region often experiences droughts while during the rainy season, rainfall is overwhelming, causing annual flooding in the Bengawan Solo river region of Surakarta and Sragen. In the framework of the Five-Year Development Plan (Repelita), the government planned the construction of the Gajah Mungkur Dam in Wonogiri to cover the Bengawan Solo River. This construction began in 1976 and began operating in 1981. The research uses historical methods using sources from newspapers, construction reports and photos of reservoir buildings. The study will discuss the use of the Gajah Mungkur Reservoir as a means of flood control, irrigation and water power generation (PLTA) as well as its benefits to the economy of the Wonogiri community and its surroundings. As a means of flood control, Gajah Mungkur Reservoir addressed the annual flood problems caused by the flooding of the Bengawan Solo River. As an irrigation means, the reservoir was able to irrigate and increase agricultural yields. The research uses historical methods using sources from newspapers, construction reports and photos of reservoir buildings.</p> Reynata Diva Vanessa Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14037 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Instituut Pasteur: Produksi Vaksin dalam Karut Marut Revolusi, 1945-1949 https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14039 <p>Abstrak<br>Artikel ini membahas produksi vaksin pada masa revolusi (1945-1949) oleh Instituut Pasteur. Instituut Pasteur merupakan satu-satunya lembaga yang mampu memproduksi vaksin pada masa revolusi. Diproduksinya vaksin secara massal menandai betapa pentingnya kesehatan pada masa revolusi di samping karut marutnya masalah perang. Alih-alih berbicara tentang strategi perang, perpindahan Instituut Pasteur dari Bandung ke Klaten memperdalam pemahaman dalam melihat perjuangan rakyat Indonesia yang lebih luas dari pada sekadar peperangan. Kejeniusan para dokter di Instituut Pasteur membuat masyarakat, baik sipil maupun militer, yang mendapatkan manfaat dari produksi vaksin ini. Bukan hanya berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri, namun vaksin juga menjadi garda terdepan untuk turut andil dalam mempertahankan Indonesia dari bayang-bayang penjajah. Salah satu periode krusial dalam sejarah Indonesia ini turut memengaruhi perkembangan produksi vaksin itu sendiri. Perang-perang yang dilakukan, menyebabkan mahalnya bahan baku pembuatan produksi vaksin. Para dokter Instituut Pasteur kemudian berpikir ulang agar tetap bisa memproduksi vaksin dengan bahan yang mudah didapat. Bukan hal yang mudah, penelitian demi penelitian terus dilakukan hingga membuahkan hasil. Vaksin yang telah diproduksi ini kemudian didistribusikan kepada masyarakat sipil dan militer.</p> <p>Abstract<br>This article discusses vaccine production during the revolutionary period (1945-1949) by Instituut Pasteur. Instituut Pasteur was the only institution capable of producing vaccines during the revolutionary period. The mass production of vaccines signalled the importance of health during the revolutionary period alongside the chaos of war. Instead of talking about war strategy, Instituut Pasteur’s move from Bandung to Klaten deepened the understanding of the struggle of the Indonesian people which was broader than just warfare. The genius of the doctors at the Pasteur Institute meant that the public, both civilian and military, benefited from the production of this vaccine. Not only did it have an impact on the health of the community itself, but the vaccine also became the frontline to take part in defending Indonesia from the shadow of the in vaders. One of the crucial periods in Indonesia’s history also influenced the development of vaccine production itself. The wars that were carried out caused the high cost of raw materials for vaccine production. The Pasteur Institute doctors then rethought so that they could still produce vaccines with easily available materials. Not an easy thing, research to research continues to be carried out until it produces results. The vaccines that have been produced are then distributed to civilians and the military.</p> Fatiya Hasna Alifan Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14039 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Kampanye Higienitas di Kota-kota Jawa, 1900-1942 https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14041 <p>Abstrak<br>Permasalahan yang terjadi di Jawa pada abad ke-20 menyebabkan guncangan yang mempengaruhi aspek kehidupan Hindia Belanda, terkhusus Pulau Jawa. Wabah penyakit yang tersebar di hampir seluruh pulau Jawa menjadi masalah yang serius. Upaya dibutuhkan untuk menangani penyebaran agar tidak terus mewabah. Kolera, pes, malaria, serta penyakit menular lainnya merupakan suatu hal yang umum terjadi di perkotaan besar wilayah Jawa. Kebutuhan akan penanganan wabah penyakit di beberapa kota di Jawa menjadi suatu permasalahan yang perlu untuk diatasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kampanye-kampanye kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah serta non-pemerintah guna mencegah penyebaran wabah di Pulau Jawa pada 1900-1942. Selain itu, berbagai permasalahan yang terjadi karena kurangnya kebersihan di Jawa merupakan alasan dilakukan kegiatan kampanye kesehatan yang baik oleh pemerintahan maupun lembaga swasta melalui berbagai program yang dikampanyekan.</p> <p>Abstract<br>The problems that occurred in Java in the 20th century caused shocks that affected aspects of life in the Dutch East Indies, especially the island of Java. The disease outbreak that spread throughout almost the entire island of Java became a serious problem. Efforts are needed to handle the spread so that it does not continue to spread. Cholera, plague, malaria and other infectious diseases are common in large urban areas in Java. The need to handle disease outbreaks in several cities in Java is a problem that needs to be addressed. This research aims to examine how health campaigns were carried out by the government and non-government to prevent the spread of the plague on the island of Java in 1900-1942. Apart from that, various problems that occur due to lack of cleanliness in Java are the reason for carrying out health campaign activities by both the government and private institutions through various campaign programs.</p> Fatimah Azzahra Amalia Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14041 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Perkembangan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Sanatorium Panti Asih Pakembinangun, 1936 - 1967 https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14042 <p>Abstrak<br>Penelitian ini mengulas tentang perkembangan fasilitas pelayanan kesehatan sanatorium Panti Asih di Pakembinangun Yogyakarta antara tahun 1936-1967. Perkembangan sanatorium kesehatan ini merupakan hasil kerja lembaga zending yang tidak hanya berfokus pada kesehatan saja. Akan tetapi juga tetap melakukan pekabaran injil untuk menyebarkan agama Kristiani di tengah pendirian lembaga kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan fasilitas pelayanan kesehatan sanatorium Panti Asih di Pakembinangun Yogyakarta antara tahun 1936-1967. Penelitian ini dilakukan melalui metode historis, melalui sumber mayoritas yang digunakan adalah berita dalam surat kabar dan majalah yang sezaman serta beberapa buku. Melalui metode historis penelitian menjelaskan proses perkembangan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan sanatorium Panti Asih bagi pengidap penyakit tuberkulosis di Yogyakarta pada 1936-1967. Hal ini penting karena pendirian sanatorium ini sebagai bentuk pencegahan penularan tuberkulosis dan sebagai wujud kesadaran yang baik dari pihak swasta dan pemerintahan pada periode tersebut. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perkembangan pelayanan kesehatan sanatorium Panti Asih yang dikembangkan oleh organisasi zending berperan penting dalam mencegah persebaran penyakit tuberkulosis di Yogyakarta dengan fasilitas sanatorium mengalami perkembangan dalam proses penyembuhannya.</p> <p>Abstract<br>This research examines the development of the health institution Panti Asih Sanatorium in Pakembinangun Yogyakarta between 1936-1967. The development of this health sanatorium was the result of the work of Zending institutions that did not only focus on health. However, they also continued to preach the gospel to spread Christianity in the midst of establishing health institutions. This research aims to find out how the development of Panti Asih Sanatorium health care facility in Pakembinangun Yogyakarta between 1936 - 1967 This research was conducted through the historical method by using the majority of sources were news in contemporary newspapers and magazines and several books. Through the historical method, the research explains the development process of Panti Asih Sanatorium health facility for tuberculosis patients in Yogyakarta between 1936-1967. This is important because the establishment of this sanatorium was a form of prevention of tuberculosis transmission and a form of good awareness of the private sector and the government in that period. The results of this study show that the development of Panti Asih sanatorium health services developed by zending organizations played an important role in preventing the spread of tuberculosis in Yogyakarta, with sanatorium facilities experiencing developments in the healing process.</p> Fita Fidi Astuti Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14042 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Benantara “Bentang Alam dalam Gelombang Sejarah Nusantara” https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14046 Khirana Marwadika, Tirto Adhie Soerjo Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14046 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Sukiman dan Sri Widagdo: Hidup di antara Dua Pilihan, Kelestarian Lingkungan dan Bonanza Butir Pasir https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14045 Junnio Chelsa Putra Setyana, Aina Ainul Masruroh Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14045 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700 Ilusi Transisi Energi Bloody Nickel Series: Sisi Lain Pertambangan Nikel https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14043 Muhammad Fadhlan Hamidan, Rahmat Sigit Prasetyo Copyright (c) https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/histma/article/view/14043 Fri, 14 Jun 2024 00:00:00 +0700