Arnawa
https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/arnawa
<p>Arnawa is an intellectual sanctuary dedicated to unraveling the intricate layers of Javanese identity through the lenses of language, literature, and culture. Nestled within the cultural heartland of Java, this journal serves as a vibrant forum for the exchange of scholarly discourse, fostering a profound understanding of the diverse facets that define Javanese existence. <br>Arnawa is a biannual publication of the Javanese Language, Literature and Culture Study Program, Faculty of Cultural Sciences at Gadjah Mada University, released in June and December each year. We extend an open invitation to scholars and practitioners alike, encouraging active participation in the vibrant exchange of ideas, insights, and research. This collaborative endeavor seeks to enrich our collective comprehension of the nuanced facets that characterize the world of Javanese culture. The journal is published biannually, with issues released in June and December each year.</p> <p style="box-shadow: 1px 1px 4px rgba(0, 0, 0, 0.4); width: 205px; text-align: left; padding: 9px 9px; margin-bottom: 15px; border-bottom: 1px solid #aaa; background: #2c5c64;"><strong><a href="https://jurnal.ugm.ac.id/v3/arnawa/about/submissions" target="_blank" rel="noopener"><span style="line-height: 0.7; font-family: 1.22em; color: #ffffff;">SUBMIT YOUR MANUSCRIPT</span></a><span style="line-height: 0.7; font-family: 1.22em; color: #ffffff;"><br></span></strong></p>Javanese Language, Literature, and Culture Study Program, Universitas Gadjah Madaen-USArnawa3031-7657<p><strong>ARNAWA </strong>publishes articles under the terms of the <a href="https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0">Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License</a>, with the copyright held by the journal. It means that authors who publish their work in this journal agree to follow the journal's copyright policy. </p>Realisme Magis dalam Crita Cekak Berjudul Kerisku Kasangsaranmu Karya Suparto Brata
https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/arnawa/article/view/12513
<p><em>Literary works are considered the result of human reflection on the realist world. However, some literary works contain not only realist but also topics of magic, such as in the short story (cerkak) titled Kerisku Kasangsaranmu by Suparto Brata in the book Trem Anthology of Crita Cekak (2000). This study uses the theory of magical realism to uncover the magical nature of a realist literature. This theory is defined as an understanding that presents magical or irrational things that live in modern literary works. This study focuses on analyzing the characteristics and determining the level of magical realism. This research uses a qualitative method. The theory of magical realism characteristics from Wendy B. Faris explains about five characteristics of magical realism, namely 1) irreducible elements, 2) phenomenal world, 3) unsettling doubt, 4) merging realms, 5) disruption of time, space, and identity. Based on the results of the analysis, it was discovered that the short story Kerisku Kasangsaranmu has all the characteristics, so it could be categorized as a work of magical realism. The level between realist and magical in the cerkak is more prominent in the magical, resulting in realist or real things being covered by magics. This can be seen from the role of the 'naughty' keris which is more emphasized as the main conflict in the story.</em></p> <p><em>===</em></p> <p>Karya sastra dianggap sebagai hasil cerminan manusia terhadap dunia yang realis. Meskipun demikian, beberapa karya sastra tidak hanya mengandung hal-hal realis tetapi juga magis, seperti pada <em>crita cekak</em> (cerkak) berjudul <em>Kerisku Kasangsaranmu</em> karya Suparto Brata yang termuat dalam buku <em>Trem Antologi Crita Cekak </em>(2000). Kajian ini menggunakan teori realisme magis untuk membongkar hal-hal yang bersifat magis dalam karya sastra realis. Teori ini didefinisikan sebagai suatu paham yang menghadirkan hal-hal magis atau irrasional yang hidup pada karya sastra modern. Penelitian ini berfokkus pada analisis karakteristik dan penentuan kadar realisme magis. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif. Teori karakteristik realisme magis dari Wendy B. Faris menerangkan tentang lima karakteristik realisme magis, yakni 1) <em>irreducible element, </em>2)<em> phenomenal world, </em>3) <em>unsettling doubt, </em>4) <em>merging realms, </em>5)<em> disruption time, space, and identity.</em> Berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa <em>cerkak Kerisku Kasangsaranmu</em> memiliki semua karakteristik, sehingga dapat dikelompokkan sebagai karya realisme magis. Kadar antara realis dan magis dari cerkak tersebut lebih menonjol pada hal magis sehingga mengakibatkan hal-hal yang realis atau nyata tertutupi oleh hal magis. Hal ini dapat dilihat dari peran keris ‘nakal’ yang lebih ditonjolkan sebagai permasalahan utama dalam <em>cerkak</em> tersebut.</p>Ajeng Aisyah Fitria
Copyright (c) 2024 Arnawa
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2024-06-072024-06-072111210.22146/arnawa.v2i1.12513Eksistensi Entitas Agraris dalam Rekam Jejak Lima Syair Lagu Cowongan
https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/arnawa/article/view/12696
<p><em>This research aims to describe the existence and inheritance of agrarian entities in the form of plants and animals from five sources, namely dissertations from the University of Indonesia, scientific articles in the Ghurnita Journal, videos from the BMS Record Youtube account, videos from the Krislam Ngapak Youtube account, and the Logat Ngapak website. The element of agrarianism in the five Cowongan song verses is of particular interest because it presents forms and elements of agrarianism and the inheritance of knowledge. The theories used are linguistic anthropology and folkloric theory in the form of folk songs. The five data sources were obtained through a literature study, data retrieval from the internet, and formal interviews. The data processing went through the stages of data collection, raw data description, data reduction, data categorization, and constructing categorization relationships. The research results obtained state that the five poems of Cowongan songs are very thick with agrarian elements that remain present in various forms, sources, and at various times. This is evidence of the preservation of collective knowledge of the community in various generations. Furthermore, the agrarian entities found can bring knowledge in the form of agrarian mythology believed by the community. </em></p> <p><em>===</em></p> <p>Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keberadaan beserta pewarisan entitas keagrarisan berupa tanaman dan hewan dari lima sumber, yaitu disertasi dari Universitas Indonesia, artikel ilmiah dalam Jurnal Ghurnita, video dari akun Youtube BMS Record, video dari akun Youtube Krislam Ngapak, serta laman web Logat Ngapak. Unsur keagrarisan pada lima syair lagu Cowongan tersebut menjadi perhatian khusus dikarenakan menghadirkan bentuk dan unsur keagrarisan serta terdapatnya pewarisan pengetahuan. Teori yang digunakan adalah teori linguistik antropologi dan folklor berupa nyanyian rakyat. Lima sumber data diperoleh melalui studi pustaka, pengambilan data dari internet, dan wawancara formal. Pengolahan data tersebut melalui tahap pengumpulan data, deskripsi data mentah, reduksi data, kategorisasi data, dan mengkonstruksi hubungan kategorisasi. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa kelima syair lagu Cowongan sangat kental akan unsur-unsur keagrarisan yang tetap hadir dalam berbagai bentuk, sumber, dan di berbagai masa. Hal tersebut menjadi bukti terjaganya pengetahuan kolektif masyarakat dalam berbagai generasi Selanjutnya, entitas agraris yang ditemukan dapat membawa sebuah pengetahuan berupa mitologi agraris yang diyakini oleh masyarakat.</p>Haryo UntoroMuhammad Siswoyo
Copyright (c) 2024 Arnawa
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2024-06-072024-06-0721132910.22146/arnawa.v2i1.12696Kyai Hardawalika: Mistisisme Jawa Mataram dan Kemelut Suksesi Takhta Sultan Hamengku Buwana VII (1877-1921)
https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/arnawa/article/view/15292
<p><em>This research examined the manuscript of Pranatan Yogyakarta Hadiningrat recording the coronation ceremony of </em><em>Pangeran Juminah as crown prince on 11 November 1895. The event took place during the era of Sultan Hamengku Buwana VII (reigned 1877-1921), which was full of political pressure from the Dutch and political intrigues of court relatives who wanted to take over the Sultan's throne. The manuscript is written in Javanese script. The manuscript in macapat is the collection of a Dutch scholar and missionary Ir. J.L. Moens (1887-1954) which is now stored at the National Library of Indonesia with the number KBG 921. This research highlighted the absence of the Kan</em><em>gjeng </em><em>Kyai Hardawalika heirloom in the coronation procession. In fact, in the tradition of the Islamic Mataram kingdom, it is a mystical allegory of the power that sustained the reign of the ruling king. Through philological reading, it was found that the absence of Kyai Hardawalika was a mystical-symbolic acknowledgement by a king who obeys and upholds tradition, namely Sultan Hamengku Buwana VII, of the current socio-political conditions. The absence of Kyai Hardawalika showed that the reigning king at that time no longer had the power to support the government. This is because the Sultanate of Yogyakarta was founded on colonial political contracts that were detrimental to the kingdom and the Javanese people in general. </em></p> <p><em>===</em></p> <p>Penelitian ini mengkaji naskah <em>Pranatan Yogyakarta Hadiningrat</em> yang mencatat prosesi upacara penobatan Pangeran Juminah sebagai putra mahkota pada 11 November 1895. Peristiwa tersebut terjadi di era Sultan Hamengku Buwana VII (bertakhta 1877-1921), yang penuh dengan tekanan politik dari Belanda dan intrik politik kerabat istana yang ingin mengambil alih takhta Sultan. Naskah ini ditulis dengan aksara dan berbahasa Jawa. Naskah bermetrum macapat ini merupakan koleksi seorang cendekiawan dan misionaris Belanda Ir. J.L. Moens (1887-1954) yang kini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dengan nomor KBG 921. Penelitian ini menyoroti absesnnya pusaka Kangjeng Kyai Hardawalika dalam prosesi penobatan. Padahal, dalam tradisi kerajaan Mataram Islam, ia merupakan alegori mistis dari kekuatan yang menopang pemerintahan raja yang berkuasa. Melalui pembacan filologis, ditemukan bahwa absennya Kyai Hardawalika merupakan sebuah pengakuan secara mistik-simbolis oleh seorang raja yang taat dan teguh memegang tradisi, yakni Sultan Hamengku Buwana VII terhadap kondisi sosial-politik yang sedang terjadi. Absennya Kyai Hardawalika menunjukkan bahwa raja yang bertakhta saat itu sudah tidak mempunyai kekuatan sebagai penopang jalannya pemerintahan. Pasalnya, Kesultanan Yogyakarta berdiri di atas kontrak-kontrak politik kolonial yang merugikan kerajaan dan orang Jawa pada umumnya.</p>Moh. Taufiqul Hakim
Copyright (c) 2024 Arnawa
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2024-06-072024-06-0721305510.22146/arnawa.v2i1.15292Baita Adi: Aktualisasi Budaya melalui Alih Wahana Naskah ke Batik
https://dev.journal.ugm.ac.id/v3/arnawa/article/view/15493
<p><em>This research aimed to describe Baita Adi batik as a result of the transfer of the Sestra Ageng Adidarma script into batik motifs as a manifestation of the actualization of archipelago culture. The research method used was descriptive qualitative. The data sources obtained were collected through observation, literature study, and informal interviews. Data processing was done with note-taking technique. The results showed that Baita Adi batik contains noble values as a manifestation of the piwulang in the Sestra Ageng Adidarma manuscript. The transfer process did not change the essence. In Baita Adi batik, there were several motifs, namely the rudder or captain, compass, sail, Juri Mualim (guide), and anchor. The existence of Baita Adi batik is a manifestation of the preservation of noble values and wisdom from the past that are channeled into batik so that it is recognized by the public in modern times. The existence of Baita Adi batik also cannot be separated from social value, cultural value, economic value, and educational value. The perspective and role of Baita Adi batik is a form of actualization of Nusantara culture which is an effort to preserve culture in modern times.<br></em></p> <p><em>===</em></p> <p>Karya Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan batik <em>Baita Adi </em>sebagai hasil alih wahana naskah <em>Sestra Ageng Adidarma </em>ke dalam motif batik sebagai perwujudan aktualisasi budaya nusantara. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi, studi pustaka, dan wawancara informal. Pengolahan data dilakukan dengan dengan teknik catat. Hasil penelitian diperoleh bahwa batik <em>Baita Adi </em>mengandung nilai-nilai luhur sebagai manifestasi dari piwulang yang ada dalam naskah <em>Sestra Ageng Adidarma</em>. Proses alih wahana tidak mengubah esensi tersebut. Di dalam batik <em>Baita Adi</em>, terdapat beberapa motif yaitu kemudi atau nahkoda, kompas, layar, <em>Juri Mualim </em>(Penunjuk Jalan), dan Jangkar. Keberadaan batik <em>Baita Adi </em>merupakan perwujudan pelestarian nilai-nilai dan piwulang luhur sejak masa lampau yang disalurkan dalam batik agar dikenal masyarakat di masa modern. Keberadaan batik <em>Baita Adi </em>ini juga tidak dapat lepas dari nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi, dan nilai pendidikan. Perspektif dan peran batik <em>Baita Adi</em> merupakan bentuk aktualisasi budaya Nusantara yang menjadi upaya pemertahanan budaya di masa modern.</p>Vighna Rivattyannur HernawanNurma Aisyah
Copyright (c) 2024 Arnawa
https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0
2024-06-072024-06-0721566810.22146/arnawa.v2i1.15493