PRINSIP KERELAAN/TARADHIN DALAM PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019
Abstract
ArtikelĀ ini menganalisis Prinsip Kerelaan dalam parate eksekusi jaminan fidusia pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019. Dalam Pelaksanaannya, parate eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan baik dengan persetujuan maupun tanpa adanya persetujuan dari nasabah/pemberi fidusia. Kondisi demikian sering menimbulkan kesewenang-wenangan terhadap nasabah/pemberi fidusia yang disertai disertai paksaan dankekerasan oleh pemegang fidusia (kreditur) dimana hal tersebut sangat merendahkan harkat dan martabat pemberi fidusia Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa penerapan prinsip kerelaan dalam parate eksekusi jaminan fidusia oleh MK telah memberikan maslahat dan mencegah kemudharatan bagi pemberi dan penerima fidusia. Hal tersebut terlihat dari pokok pemikiran Majelsi Hakim MK yang menyatakan bahwa parate eksekusi tidak boleh lagi dilakukan tanpa adanya kesepakatan mengenai wanprestasi nasabah dan kerelaan nasabah untuk menyerahkan agunannya. Jika nasabah tidak mengakui bahwa ia wanprestasi, maka pemegang fidusia dapat mengajukan permohonan melalui fiat eksekusi pada pengadilan.
Copyright (c) 2023 Muhammad Tun Samudra
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
1. The manuscript that enter the Journal collection are owned and held by Journal of Interdisciplinary Legal Issue (JILI).
2. The copyright of chosen manuscript will be turned into JILIs as the Journal manager.
3. Authors may use some datas or manuscript's parts that have been published by JILI with listing JILI as first publisher, but the author is not entitled to publish the entirety of the manuscript to the other publisher or journal.
Authors are expected to fill out and agree to copyright transfer agreements along with manuscript collection. Copyright transfer agreements can be accessed by "Clicking this link"