Penyelenggaraan Pemerintahan DKI Jakarta DI Mata Warga Masyarakatnya
Bambang Sunaryo(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Menengok sejarah perjalanan pemerintahan Indonesia selama lebih dari 30 tahun terakhir, tidak bisa dipungkiri bahwa pola pendanaan pembangunan di Indonesia, terlalu bertumpu pada dua sumber utama, yaitu (1) eksploitasi intensif terhadap sumber daya alam, terutama minyak bumi, gas, emas, batubara, dan hasil hutan (2) utang luar negeri, yang hampir semua pengelolaannya telah dikendalikan oleh negara, atau lebih tepatnya oleh pemerintah pusat (Khotob Iskadir, 2000: 6-7).
Dalam konstelasi politik pembangunan seperti di atas, dapat dimengerti apabila penyelenggaraan pemerintahan pada kurun waktu itu, mempunyai karakter yang lebih bersifat sentralistik (centralized government).
Gerakan reformasi yang terjadi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sebetulnya sudah mulai berproses sejak lima tahun terakhir, akhirnya terasa menjadi sebuah keharusan sejarah sebagai upaya revolusi untuk melakukan perubahan, terutama untuk menuju kepada kehidupan bernegara yang lebih demokratis, serta untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, berwibawa, serta bersih.
Di samping merupakan tuntutan kebutuhan perubahan dari dalam, secara eksternal - terutama dalam rangka menghadapi arus globalisasi dalam segala aspek kehidupan di abad ke-21 ini - senang atau tidak senang, juga mengharuskan sistem pemerintahan kita untuk melakukan pergeseran paradigma (shifting paradigm), baik Meskipun masih mengandung berbagai perdebatan untuk perbaikan, dengan telah diimplementasikanya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta PP N0. 25/2000 sebagai aturan pelaksanaannya, berarti segenap pemerintah daerah di Indonesia sudah mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab secara otonom dalam menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya, sesuai dengan potensi dan aspirasi segenap masyarakatnya.
Dalam konstelasi politik pembangunan seperti di atas, dapat dimengerti apabila penyelenggaraan pemerintahan pada kurun waktu itu, mempunyai karakter yang lebih bersifat sentralistik (centralized government).
Gerakan reformasi yang terjadi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, yang sebetulnya sudah mulai berproses sejak lima tahun terakhir, akhirnya terasa menjadi sebuah keharusan sejarah sebagai upaya revolusi untuk melakukan perubahan, terutama untuk menuju kepada kehidupan bernegara yang lebih demokratis, serta untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, berwibawa, serta bersih.
Di samping merupakan tuntutan kebutuhan perubahan dari dalam, secara eksternal - terutama dalam rangka menghadapi arus globalisasi dalam segala aspek kehidupan di abad ke-21 ini - senang atau tidak senang, juga mengharuskan sistem pemerintahan kita untuk melakukan pergeseran paradigma (shifting paradigm), baik Meskipun masih mengandung berbagai perdebatan untuk perbaikan, dengan telah diimplementasikanya UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta PP N0. 25/2000 sebagai aturan pelaksanaannya, berarti segenap pemerintah daerah di Indonesia sudah mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab secara otonom dalam menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya, sesuai dengan potensi dan aspirasi segenap masyarakatnya.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.777
Article Metrics
Abstract views : 2042 | views : 3684Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 Bambang Sunaryo
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.