Babad Pasir: Banyumas Dan Sunda
Sugeng Priyadi(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Banyak Catra alias Kamandaka yang menjadi tokoh legendaris di Daerah Aliran Sungai Serayu-Logawa-Mengaji ternyata mempunyai perilaku yang tidak boleh ditiru oleh masyarakat Banyumas. Teks awal Babad Pasir yang sangat populer itu menceritakan masa muda salah satu leluhur Banyumas yang berasal dari Pajajaran (Knebel, 1900). Kisah-kisah yang dilestarikan secara lisan dan tulisan itu pada hakikatnya mengisahkan kebanggaan Raden Banyak Catra terhadap perilakunya yang kurang terpuji. Kenyataan memang menunjukkan bahwa banyak orang besar yang menceritakan kisah hidupnya, baik dalam otobiografi maupun biografi, khususnya pada masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa muda dengan penuh kebanggaan, meskipun melanggar norma masyarakat. Kiranya kebanggaan seperti menjadi tradisi manusia pada umumnya.
Sama halnya dengan Banyak Catra. Ia adalah seorang putra raja Pajajaran yang mencari calon jodohnya di Pasirluhur. Banyak Catra datang dengan membawa kedok sebagai penduduk desa yang mengabdi kepada Patih Pasirluhur, Reksanata. Keberuntungan berpihak kepadanya karena ia diangkat sebagai anak oleh Sang Patih. Di samping itu, Banyak Catra juga menutupi jati dirinya dengan nama samaran, Kamandaka. Menurut beberapa babad, nama tersebut merupakan pemberian seorang pertapa di Gunung Tangkuban Perahu yang bernama Ajar Mirangrong (ada teks yang menyebut Wirangrong). Agaknya pemalsuan nama itu telah dilegitimasikan atau sekurang-kurangnya sudah direstui oleh seorang pertapa.
Sama halnya dengan Banyak Catra. Ia adalah seorang putra raja Pajajaran yang mencari calon jodohnya di Pasirluhur. Banyak Catra datang dengan membawa kedok sebagai penduduk desa yang mengabdi kepada Patih Pasirluhur, Reksanata. Keberuntungan berpihak kepadanya karena ia diangkat sebagai anak oleh Sang Patih. Di samping itu, Banyak Catra juga menutupi jati dirinya dengan nama samaran, Kamandaka. Menurut beberapa babad, nama tersebut merupakan pemberian seorang pertapa di Gunung Tangkuban Perahu yang bernama Ajar Mirangrong (ada teks yang menyebut Wirangrong). Agaknya pemalsuan nama itu telah dilegitimasikan atau sekurang-kurangnya sudah direstui oleh seorang pertapa.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.756
Article Metrics
Abstract views : 5790 | views : 3055Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 Sugeng Priyadi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.