UNDANG-UNDANG SJSN PERLU UNTUK DIAMANDEMEN DAN DIIKUTI PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG ASURANSI KESEHATAN
Laksono Trisnantoro(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Indonesia diharapkan mengikuti Konvensi ILO
No 102/1952 yang mengatur (1) kecelakaan kerjapenyakit
jabatan, (2) sakit-persalinan, (3) cacat total
tetap termasuk karena hal lain, (4) pemutusan
hubungan kerja bagi yang bekerja, (5) sementara
belum bekerja (fresh graduate), (6) hari tua dan (7)
potensi kemiskinan (tunjangan keluarga). Undang-
Undang SJSN yang disahkan di tahun 2004 sebagai
kebijakan nasional mengenai jaminan sosial
diperlukan untuk mengatur berbagai hal tersebut.
Masalah kebijakan yang ada saat ini adalah UU
SJSN yang diharapkan banyak pihak akan efektif
untuk mengatur asuransi/jaminan kesehatan di
Indonesia ternyata gagal memenuhi harapan ini.
Undang-Undang SJSN sudah lebih dari 5 tahun tidak
efektif, dan mempunyai prospek yang sulit dijalankan
secara teknis. Mengapa hal ini terjadi? Dipandang
dari tujuannya, isi UU SJSN bersifat tanggung.
Apakah sebagai UU yang bertujuan mengatur
berbagai jaminan sosial seperti amanah Konvesi ILO
secara garis besar, ataukah bertujuan mengatur
sampai ke urusan operasional pelaksanaan.
Salahsatu ketidak jelasan UU SJSN sebagai
UU yang bertujuan untuk mengatur Social Security
adalah mengenai fungsi pemerintah. Di dalam UU
SJSN juga tidak jelas peran pemerintah propinsi dan
kabupaten. Hanya disebut sebagai Pemerintah.
Konotasi adalah pemerintah pusat (APBN).
Sementara itu de-facto saat ini, pemerintah propinsi
dan kabupaten mempunyai andil besar dalam jaminan
kesehatan. Ketidak jelasan ini memicu Yudicial
Review di MK dan sampai sekarang masih menjadi
kontroversi.
Apabila UU SJSN bertujuan mengatur hal
operasional untuk asuransi dan jaminan kesehatan,
terlihat bahwa hanya sedikit pasal yang mengaturnya
(10 Pasal, dari nomor 19 sampai 28). Pasal-pasal
tersebut tidak cukup karena asuransi/kesehatan dan
jaminan kesehatan sangat kompleks. Diperlukan
aturan dalam level UU yang mencakup posisi
jamkesda, perusahaan asuransi swasta, bagaimana
mutu pelayanan akan dijamin, apa peran Kemkes,
DinKes, RS, hubungan kontraktual, masalah
pemerataan pelayanan, dan lain sebagainya.
Khusus untuk pemerataan ada pasal dalam UU
SJSN yang menyulitkan operasionalnya misalnya
pasal 23 ayat 3.
Dalam hal di suatu daerah belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, BP
Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.
Pasal ini sungguh sangat sulit dijalankan karena
penyebaran tenaga dan fasilitas kesehatan di
Indonesia yang masih sangat timpang. Sebagai
gambaran di Propinsi NTT saat ini tidak ada dokter
anastesi bekerja penuh. Jika pasal ini dijalankan
maka BP Jaminan Sosial harus memberikan
kompensasi pada warga NTT yang membutuhkan
pelayanan anastesi. Apa bentuk kompensasinya?
Apakah harus memberikan dana transportasi ke
Denpasar bagi pasien dan keluarganya untuk
berobat? Pasal ini pelaksanaannya sulit didefinisikan.
Hal ini yang menyebabkan UU SJSN ini sulit dalam
pelaksanaan secara teknis.
Dalam konteks perbandingan isi, UU SJSN perlu
dibandingkan dengan Amerika Serikat yang besarnya
negara, sistem ekonomi, adanya pemerintah pusat
dan daerah, mirip dengan Indonesia. Di Amerika
Serikat, hal-hal dalam Konvensi ILO (tahun 1952)
disebut sebagai Social Security Act yang diterbitkan
lebih awal di tahun 1935 dengan berbagai amandemen
sesudahnya. Secara lengkap yang diatur adalah:
Federal Old-Age, Survivors, and Disability Insurance,
Unemployment benefits, Temporary Assistance for
Needy Families, Health Insurance for Aged and
Disabled (Medicare), Grants to States for Medical
Assistance Programs (Medicaid), State Children’s
Health Insurance Program (SCHIP), dan Supplemental
Security Income (SSI). Selanjutnya untuk hal-hal yang
lebih spesifik untuk asuransi kesehatan diatur oleh
berbagai UU, antara lain: The Health Insurance
Portability and Accountability Act of 1996 (HIPAA),
the Medicare Prescription Drug, Improvement, and
Modernization Act, dan tentunya yang terkait dengan
reformasi kesehatan Obama. Dengan demikian Social
Security Act yang disusun tahun 1935 ini tidak satusatunya
UU yang mengatur asuransi/jaminan
kesehatan di Amerika Serikat.
Di Indonesia ada beberapa pendapat yang
menyamakan UU SJSN dengan Reformasi
Kesehatan. Menurut hemat kami, UU SJSN lebih
mirip dengan Social Security Act yang seperti UU
payung di Amerika Serikat. Dengan logika ini
sebaiknya UU SJSN diamandemen agar menjadi
semacam UU payung untuk melaksanakan Konvensi
ILO. Sementara itu untuk mengatur sistem jaminan
dan asuransi kesehatan diperlukan UU mengenai
asuransi/jaminan kesehatan. (Laksono Trisnantoro,
trisnantoro@yahoo.com).
No 102/1952 yang mengatur (1) kecelakaan kerjapenyakit
jabatan, (2) sakit-persalinan, (3) cacat total
tetap termasuk karena hal lain, (4) pemutusan
hubungan kerja bagi yang bekerja, (5) sementara
belum bekerja (fresh graduate), (6) hari tua dan (7)
potensi kemiskinan (tunjangan keluarga). Undang-
Undang SJSN yang disahkan di tahun 2004 sebagai
kebijakan nasional mengenai jaminan sosial
diperlukan untuk mengatur berbagai hal tersebut.
Masalah kebijakan yang ada saat ini adalah UU
SJSN yang diharapkan banyak pihak akan efektif
untuk mengatur asuransi/jaminan kesehatan di
Indonesia ternyata gagal memenuhi harapan ini.
Undang-Undang SJSN sudah lebih dari 5 tahun tidak
efektif, dan mempunyai prospek yang sulit dijalankan
secara teknis. Mengapa hal ini terjadi? Dipandang
dari tujuannya, isi UU SJSN bersifat tanggung.
Apakah sebagai UU yang bertujuan mengatur
berbagai jaminan sosial seperti amanah Konvesi ILO
secara garis besar, ataukah bertujuan mengatur
sampai ke urusan operasional pelaksanaan.
Salahsatu ketidak jelasan UU SJSN sebagai
UU yang bertujuan untuk mengatur Social Security
adalah mengenai fungsi pemerintah. Di dalam UU
SJSN juga tidak jelas peran pemerintah propinsi dan
kabupaten. Hanya disebut sebagai Pemerintah.
Konotasi adalah pemerintah pusat (APBN).
Sementara itu de-facto saat ini, pemerintah propinsi
dan kabupaten mempunyai andil besar dalam jaminan
kesehatan. Ketidak jelasan ini memicu Yudicial
Review di MK dan sampai sekarang masih menjadi
kontroversi.
Apabila UU SJSN bertujuan mengatur hal
operasional untuk asuransi dan jaminan kesehatan,
terlihat bahwa hanya sedikit pasal yang mengaturnya
(10 Pasal, dari nomor 19 sampai 28). Pasal-pasal
tersebut tidak cukup karena asuransi/kesehatan dan
jaminan kesehatan sangat kompleks. Diperlukan
aturan dalam level UU yang mencakup posisi
jamkesda, perusahaan asuransi swasta, bagaimana
mutu pelayanan akan dijamin, apa peran Kemkes,
DinKes, RS, hubungan kontraktual, masalah
pemerataan pelayanan, dan lain sebagainya.
Khusus untuk pemerataan ada pasal dalam UU
SJSN yang menyulitkan operasionalnya misalnya
pasal 23 ayat 3.
Dalam hal di suatu daerah belum tersedia
fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medik sejumlah peserta, BP
Jaminan Sosial wajib memberikan kompensasi.
Pasal ini sungguh sangat sulit dijalankan karena
penyebaran tenaga dan fasilitas kesehatan di
Indonesia yang masih sangat timpang. Sebagai
gambaran di Propinsi NTT saat ini tidak ada dokter
anastesi bekerja penuh. Jika pasal ini dijalankan
maka BP Jaminan Sosial harus memberikan
kompensasi pada warga NTT yang membutuhkan
pelayanan anastesi. Apa bentuk kompensasinya?
Apakah harus memberikan dana transportasi ke
Denpasar bagi pasien dan keluarganya untuk
berobat? Pasal ini pelaksanaannya sulit didefinisikan.
Hal ini yang menyebabkan UU SJSN ini sulit dalam
pelaksanaan secara teknis.
Dalam konteks perbandingan isi, UU SJSN perlu
dibandingkan dengan Amerika Serikat yang besarnya
negara, sistem ekonomi, adanya pemerintah pusat
dan daerah, mirip dengan Indonesia. Di Amerika
Serikat, hal-hal dalam Konvensi ILO (tahun 1952)
disebut sebagai Social Security Act yang diterbitkan
lebih awal di tahun 1935 dengan berbagai amandemen
sesudahnya. Secara lengkap yang diatur adalah:
Federal Old-Age, Survivors, and Disability Insurance,
Unemployment benefits, Temporary Assistance for
Needy Families, Health Insurance for Aged and
Disabled (Medicare), Grants to States for Medical
Assistance Programs (Medicaid), State Children’s
Health Insurance Program (SCHIP), dan Supplemental
Security Income (SSI). Selanjutnya untuk hal-hal yang
lebih spesifik untuk asuransi kesehatan diatur oleh
berbagai UU, antara lain: The Health Insurance
Portability and Accountability Act of 1996 (HIPAA),
the Medicare Prescription Drug, Improvement, and
Modernization Act, dan tentunya yang terkait dengan
reformasi kesehatan Obama. Dengan demikian Social
Security Act yang disusun tahun 1935 ini tidak satusatunya
UU yang mengatur asuransi/jaminan
kesehatan di Amerika Serikat.
Di Indonesia ada beberapa pendapat yang
menyamakan UU SJSN dengan Reformasi
Kesehatan. Menurut hemat kami, UU SJSN lebih
mirip dengan Social Security Act yang seperti UU
payung di Amerika Serikat. Dengan logika ini
sebaiknya UU SJSN diamandemen agar menjadi
semacam UU payung untuk melaksanakan Konvensi
ILO. Sementara itu untuk mengatur sistem jaminan
dan asuransi kesehatan diperlukan UU mengenai
asuransi/jaminan kesehatan. (Laksono Trisnantoro,
trisnantoro@yahoo.com).
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: https://doi.org/10.22146/jmpk.v13i01.2610
Article Metrics
Abstract views : 936 | views : 868Refbacks
- There are currently no refbacks.