Serosurvei IgG rabies pada responden pasca gigitan hewan pembawa rabies di Kabupaten Badung, Provinsi Bali
Zahrotunnisa Zahrotunnisa(1*), Didik Purwanto(2), Wahyu Arif Wasito(3)
(1) Ministry of Health RI
(2) 
(3) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Tujuan :
Gambaran status immunologi pada populasi penduduk di daerah endemis Rabies penting untuk diketahui sebagai data dasar upaya pencegahan penularan Rabies. Kajian ini dilakukan di Kabupaten Badung yang merupakan salah satu daerah endemis Rabies pada tanggal 31 Juli – 2 Agustus 2018 yang bertujuan untuk mengetahui status Immunologi responden pasca vaksinasi VAR atau SAR.
Metoda :
Kajian dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan teknik imuno-enzimatik melalui metoda ELISA indirect untuk mendeteksi anti rabies anti glikoprotein antibodi. Pemeriksaan dilakukan pada 20 responden yang merupakan kasus post Gigitan Hewan Pembawa Rabies (GHPR) yang memperoleh SAR dan/atau VAR pada tahun 2016 dan 2017 masing-masing 10 orang.
Hasil :
Pada periode post VAR 1 tahun status imunitas responden dalam kondisi masih optimal. Imunitas Sufficient (S) sebanyak 60% dan High Sufficient (HS) sebanyak 30%, yang menunjukkan bahwa antibody dalam tubuh responden masih dapat melindungi secara optimal. Jika dibandingkan dengan periode post VAR 2 tahun prosentase Sufficient (S) antibody pada post VAR 1 tahun masih lebih tinggi sedangkan High Sufficient Antibody memiliki prosentase yang sama pada post VAR 1 tahun dan post VAR 2 tahun.
Respon pembentukan antibody dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah usia. Usia yang memiliki respon antibody yang lemah ditemukan pada bayi dan lanjut usia (Lansia). Pada kajian ini status imunitas yang baik ada pada usia anak dan dewasa, sedangkan pada lansia jumlah responden status High Sufficient Antibody dan Sufficient Antibody lebih sedikit dibandingkan pada usia anak-anak dan dewasa. Jumlah virus yang masuk kedalam tubuh bisa berasal dari vaksin juga dari hewan pembawa yang sudah dinyatakan positif Rabies. Dalam kajian ini ditemukan adanya perbedaan respon antibody pada responden yang digigit oleh HPR positif. Responden GHPR dengan HPR positif ditemukan status imunitas terbanyak High Sufficient dan Sufficient sedangkan pada HPR yang negative prosentase status immunitas Suffucient, Insufficient dan Undetectable memiliki jumlah yang sama.
Kesimpulan :
Kasus GHPR tertinggi ada di wilayah Puskesmas Kuta Selatan diikuti oleh Puskesmas Abiansemal 1. Luas wilayah dan kepadatan penduduk sangat berpengaruh terhadap populasi HPR, terutama anjing di wilayah Kabupaten Badung. Kasus HPR positif Rabies pada populasi anjing di kabupaten Badung kurun waktu 2008-2017 mengalami penurunan. Jumlah terbanyak di wilayah Badung Selatan yang meliputi Kuta Selatan, Kuta dan Kuta Utara. Jumlah kasus sedikit ada pada wilayah Badung Utara meliputi kecamatan Petang.
Status imunitas responden yang masih dapat memberikan perlindungan secara optimal pada post VAR 1 tahun sebanyak 90% sedangkan pada post VAR 2 tahun sebanyak 70%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian VAR dalam kurun waktu 1 tahun masih berfungsi dengan baik dan tidak perlu diberikan vaksin ulangan/booster jika terjadi gigitan HPR berulang.
Faktor risiko penyakit Rabies yang ada di kabupaten Badung antara lain disebabkan oleh mobilisasi HPR (anjing) yang cukup tinggi terutama di kawasan Badung Selatan yang merupakan wilayah pariwisata. Hal ini membuat pelaksanaan vaksinasi missal terhadap HPR yang terdata tidak maksimal sehingga proses penularan Rabies pada HPR masih tetap berlangsung.
Keywords
DOI: https://doi.org/10.22146/bkm.40254
Article Metrics
Abstract views : 1094Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Berita Kedokteran Masyarakat
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Berita Kedokteran Masyarakat ISSN 0215-1936 (PRINT), ISSN: 2614-8412 (ONLINE).